Selasa, 14 Februari 2012

PERILAKU DALAM MANAJEMEN AUDIT

1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit

Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis (O.U Effendi). Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.

Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.
Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit intern. Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.

2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit

Dalam beberapa hal, manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,manajemen dan audit eksternal adalah dua fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.

·Perbedaan antara Pemeriksaan Management dengan Pemeriksaan Eksternal.

1. Perbedaan Misi

Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu, tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.

2. Perbedaan organisasional

Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal.

3. Perbedaan pemberlakuan

Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal.

4. Perbedaan kualifikasi

Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan.

5. Perbedaan focus dan orientasi

Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.

6. Perbedaan timing

Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan.

3. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee

&nb sp; Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :

&nb sp; • Teknis operasional.
• Teknis operasional auditing.
• Hubungan antar manusia yang efektif.

&nb sp; Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.
Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang bermakna

2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern. Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

v Peranan internal auditor

1. Peran sebagai “Problem Solver”

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.

2. Peran sebagai “Conflict Resolution”

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan. London,1981, Bab 1).Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.

&nb sp; Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :

&nb sp; • Menghindari
&nb sp; • Membekukan
&nb sp; • Dikonfrontasikan

&nb sp; Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional &nb sp; dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.

&nb sp; Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan : Dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

3. Peran “interviewer”

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal auditor harus faham mengenai ;

· Konteks dari wawancara yang dilakukan

· Isi dari bahan yang ingin dicarinya

&nb sp; Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan &nb sp; wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan &nb sp; posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti dengan penetapan berbagai &nb sp; aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan &nb sp; mengembangkan wawancara sendiri.

4. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program sang auditor ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.

Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya fihak-fihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.

4 . komunikasai dalam manajemen audit

Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak bisa dianggap remeh dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen terpenting dalam organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat tergantung dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.

Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak. Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai kedewasaan.

a. KOMUNIKASI DENGAN MANAJEMEN SELAMA MASA AUDIT

Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini :

· Pemahaman atas bisnis klien.

· Rencana audit.

· Dampak perundangan atau standar professional atas audit.


Jumat, 16 April 2010

DUMPING

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dalam ilmu ekonomi dumping merujuk kpada segala jenis predatory pricing, namun kata tersebut sekarang umumnya hanya digunakan dalam konteks hukum perdagangan internasional, dimana dumping didefinisikan sebagai tindakan produsen disalah satu negara pengekspor produk kenegaara lain dengan harga yang jebih murah dibandingkan dengan harga yang ada dipasar pengekspor pada produk yang sama. Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair karenan bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri. Dengan terjadinya banjir barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti oleh dampakk ikutannya seperti pemutusan kerja masal, penganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis didalam negeri. dengan kata lain hakekat dumping sebagai praktek curang , bukan hanya karena dumping dipergunakan untuk sebagai sarana untuk merebut pasarandi negara lain. tapi bahkan dapat mematikan perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis.

bahkan dumpingpung dapat memproduksi monopoli yang pada ujungnya merujuk pada persaingan tidak sehat, monopoli dan persaingan tidak sehat ibarat dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. karena pada umumnya monopoli dapat menyebabkan persaingan tidak sehat sebaliknya monopoli merupakan akibata dari persaingan tidak sehat.

persaingan sangat dimungkinakan dalam dunia usaha, mengingat bahwa kebutuhan manusia yang relatif tidak terbatas, dengan alat pemuas kebutuhan yang sangat terbatas. dimanapun kapanpun para pengusaha melalui perssainga berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadapa konsumen, meningkatkan jumlah produksi dan berusaha untuk merebut pasar serta konsumen yang pada akhirnya merujuk pada suatu tindakan monopolis yang sudah pasti merupakan persaingan tidah sehat.dansebagai akibatnya adalah penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.

IDENTIFIKASI MASALAH

dumping, monopoli dan persaingan tidak sehat merupakan tindakan para pealaku usaha dalam persaingan. Untuk merebut pasar dan konsumen. walaupun dalam jangka pendek dumping mengutunkan konsumen namaun pada jangkan yang panjang akan merugikan konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki industri sejenis. demikian juga monopoli dan persaingat tidak sehat. dengan adanya dumping, monopoli dan persaingan tidak sehat maka penggunaan sumber daya menjadi tidak efektif dan efisien. sulitnya kompetitor baru, masuk dalam persaingan menyebabkan terdistorsinya pasar. kreatifitas dan inovasi sulit berkembang, dan satu hal yang sudah pasti adalah lambatnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau negara. hal ini karena dampak buruk dari dumping, monopoli dan persaingan tidak sehat (selaing masalah keamanan dan isu politik).

dari sekian banyak masalah yang ditimbulkan oleh praktek dumping, monopoli dan persaingan tidak sehat adakah hukum yang mengatur dan mengawasi persaingan usaha??
dan apakah proteksionisme merupakn langkah yang tepat untuk menanggulangi atau bahkan meniadakan dumping, monopli dan persaingan tidak sehat.

RUMUSAN MASALAH

Dumping, monopoli dan persaingan tidak sehat merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam hal ini untuk menciptakan pasar kompetatif dengan persaingan yang sehat atau wajar. masalah utama yang ada saat ini adalah "bagaimanakah perspektif hukum dalam dunia usaha???". Sebuah pertanyaan yang perlu di jawab oleh kita semua, agar kita bisa memahami peran HUKUM dalam dunia usaha

BAB II

PEMBAHASAN

DUMPING

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dumping merupakan diskriminasi harga dari negara pengekspor terhadap negara importir untuk jenis barang yang sama. Dan tentunya hal ini diikuti oleh dampak bawaanya yaitu monopoli dan persaingan tidak sehat yang intinya adalah pasar yang terdistorsi.

dengan timbulnya hal tersebut diatas semua masyarakat diseluruh dunia menyerukan untuk melawan DUMPING. Untuk mencegah perdagangan dan persaingan antarnegara secara tidak fair, Dengan melakukan praktek anti dumping

Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang mengikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan barang.
Peraturanperaturan WTO memegang tegas prinsipprinsip tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada didalamnya adalah :
  1. Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil),
  2. Subsidi dan tindakantindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures),
  3. Tindakantindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).

Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk tersebut. Hal ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang tidak bersifat menghakimi, tapi lebih memfokuskan pada tindakantindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.
Dalam persetujuan ini pemerintah diperbolehkan untuk mengambil tindakan sebagai reaksi terhadap dumping jika benarbenar terbukti terjadi kerugian (material injury) terhadap industri domestic, dan inilah yang dimaksud dengan anti-dumping, yaitu tindakan/kebijaksanaan pemerintah negara pengimpor terhadap barang dumping yang merugikan industri dalam negeri. Untuk melakukan hal ini, pemerintah harus dapat membuktikan terjadinya dumping dengan memperhitungkan tingkat dumping, yaitu membandingkannya terhadap tingkat harga ekspor suatu produk dengan harga jual produk tersebut di negara asalnya.
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.
Sedangkan menurut kamus hukum ekonomi dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimport.
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain:
  1. Market Expansion Dumping, Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
  2. Cyclical Dumping, Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
  3. State Trading Dumping, Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.
  4. Strategic Dumping, Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.
  5. Predatory Dumping, Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.
Adapun Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu negara yang :
  1. Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
  2. Harus ada kerugian material di negara importir
  3. Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian yang terjadi.
Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.

di Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya praktek anti dumping, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Kepabeanan (UU No. 10 Tahun 1995) dalam pasal 18, 19 dan 20 yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB IV
BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN
Bagian Pertama
Bea Masuk Antidumping
Pasal 18

Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal :
a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan
b. impor barang tersebut :
  1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
  2. mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan
  3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.
Pasal 19
  1. Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimana dimaksud dalamPasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.
  2. Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tambahan dariMasuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Bea Pasal 20
Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping serta penanganannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

selain mengeluarkan undang - undang kepabeanan, pemerintah juga melalui menteri perdagangan dan perindustrian membentuk komite anti dumping (KADI)

adapun ruang lingkup KADI (komisi anti Dumping)
  1. melakukan penyelidikan terhadapa barang dumpig dan barang mengandung subsidi.
  2. mengumpulkan, meneliti dan mengelola bukti dan iformasi.
  3. mengusulkan pengenaan biaya masuk anti dumping (BMAD)
  4. melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh menteri perindustrian dan perdagangan.
  5. membuat laporan pelaksanaan tugas.

dengan adanya pearturan pemerntah yang mengatur Bea Masuk Anti Dumping dan membentuk Lembaga Anti Dumping, diharapkan praktek dumping yang selama ini terjadi dapat segera dia tasi.

MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).

Suatu pasar disebut sebagai monopoli jika hanya memiliki satu produsen. Perusahaan tunggal ini menghadapi seluruh kurva permintaan pasar. Dengan menggunakan pengetahuannya tentang kurva permintaan, perusahaan monopoli membuat keputusan tentang banyaknya produksi. Tidak seperti produksi dari sebuah perusahaan yang berada dalam pasar persaingan (yang tidak ada dampaknya terhadap harga pasar), keputusan output produksi perusahaan monopoli akan secara langsung menentukan produk mereka.

Alas an munculnya pasar monopoli adalah karena perusahaan lain merasa tidak menguntungkan atau tidak mungkin untuk masuk kedalam pasar. Hambatan untuk masuk (barriers to entry) adalah sumber dari semua kekuatan monopoli. Ada dua jenis hambatan umum untuk masuk: hambatan teknis (technical barriers) dan hambatan hokum (legal barriers).

Hambatan teknis untuk masuk pasar

Hambatan teknis untuk masuk pasar (technical barriers to entry) yang utama adalah bahwa produksi dari barang tersebut menunjukkan biaya rata-rata yang menurun pada berbagai tingkat output. Dengan kata lain, perusahaan yang relative besar lebih efisien dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dalam situasi ini satu perusahaan mungkin akan merasa lebih untung dengan mengeluarkan perusahaan lain dari industri dengan memotong harga. Setelah monopoli terbentuk, perusahaan lain yang ingin masuk akan mengalami kesulitan karena setiap perusahaan baru akan memproduksi output pada tingkat yang rendah dan oleh karena itu biaya rata-ratanya akan menjadi relatif lebih tinggi. Karena hambatan untuk masuk ini muncul secara alamiah sebagai akibat dari teknologo produksi, monopoli yang tercipta kadang-kadang disebut sebagai monopolo alamiah (natural monopoly).

Hambatan hukum untuk masuk pasar

Banyak monopoli yang tercipta karena faktor hukum daripada faktor kondisi ekonomi (legal barriers to entry). Salah satu contoh penting dari kondisi monopoli yang dijamin oleh pemerintah adalah proteksi hukum yang diberikan berupa hak paten. Contoh dari monopoli yang diciptakan berdasarkan hukum adalah pemberian ijin eksklusif atau lisensi untuk melayani pasar. Lisensi diberikan untuk jasa pelayanan masyarakat seperti gas dan listrik, jasa komunikasi, pos, beberapa rute penerbangan dan berbagai bisnis lainnya. Alasan yang bisanya dikemukakan untuk mendukung monopoli seperti ini adalah bahwa memiliki satu perusahaan dalam industri lebih disukai daripada persaingan terbuka.

undang-undang No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang monopoli dan persaingan tidak sehat, yang merumuskan; pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan tidak sehat.

Kegiaan yang Dilarang dalam undang-undang No. 5 Tahun 1999

  1. Monopoli
  2. Monopsoni
  3. Penguasaan pasar
  4. Persekongkolan


selain mengeluarkan undang undang mengenai persaingan usaha tidak sehat pemerintah juga membentuk lembaga yang mengawasi persaingan usaha tidak sehat yaitu KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

Tugas dan Wewenang Komisi Persaingan Usha Tidak Sehat, adalah sebagai berikut;

Wewenang Komisi meliputi :
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha
atau yang ditentukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuaii
undang-undang ini;
f. memanggil dan menghasilkan saksi, saksi ahli, dan setiap oran.g yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi akhli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan
Komisi.
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j. memutuskan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
1. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini.a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yaiig dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagamana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.

dengan adanya lembaga pemerintah yang mengawasi persaingan usaha di harapkan praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat tidak akan terjadi. Sehingga produk yang dihasilkan memnuhi standar dan tentu dapat menciptakan efisiensi dalam penggunaan sumber daya.

CONTOH KASUS DUMPING

Manado, 9 Oktober 2003 16:40
Tuduhan dumping udang oleh nelayan Amerika Serikat kepada Indonesia, lebih berbahaya efeknya ketimbang The Bioterism Act (UU Anti-Terorisme Biologis), kata Dirjen Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan, Sumpeno Putro.

"Tudingan dumping sangat membahayakan ekspor kita, sebab udang menduduki tempat pertama penyumbang devisa di sektor perikanan sesudah tuna," kata Dirjen Sumpeno Putro, Kamis di Manado, di sela rapat koordinasi Kepala-kepala Dinas Perikanan se-Indonesia.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Peranan hukum dalam dunia usaha sangat penting,