Selasa, 14 Februari 2012

PERILAKU DALAM MANAJEMEN AUDIT

1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit

Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis (O.U Effendi). Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.

Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.
Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit intern. Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.

2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit

Dalam beberapa hal, manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,manajemen dan audit eksternal adalah dua fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.

·Perbedaan antara Pemeriksaan Management dengan Pemeriksaan Eksternal.

1. Perbedaan Misi

Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu, tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.

2. Perbedaan organisasional

Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal.

3. Perbedaan pemberlakuan

Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal.

4. Perbedaan kualifikasi

Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan.

5. Perbedaan focus dan orientasi

Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.

6. Perbedaan timing

Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan.

3. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee

&nb sp; Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :

&nb sp; • Teknis operasional.
• Teknis operasional auditing.
• Hubungan antar manusia yang efektif.

&nb sp; Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.
Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang bermakna

2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern. Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

v Peranan internal auditor

1. Peran sebagai “Problem Solver”

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.

2. Peran sebagai “Conflict Resolution”

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan. London,1981, Bab 1).Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.

&nb sp; Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :

&nb sp; • Menghindari
&nb sp; • Membekukan
&nb sp; • Dikonfrontasikan

&nb sp; Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional &nb sp; dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.

&nb sp; Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan : Dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

3. Peran “interviewer”

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal auditor harus faham mengenai ;

· Konteks dari wawancara yang dilakukan

· Isi dari bahan yang ingin dicarinya

&nb sp; Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan &nb sp; wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan &nb sp; posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti dengan penetapan berbagai &nb sp; aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan &nb sp; mengembangkan wawancara sendiri.

4. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program sang auditor ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.

Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya fihak-fihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.

4 . komunikasai dalam manajemen audit

Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak bisa dianggap remeh dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen terpenting dalam organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat tergantung dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.

Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak. Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai kedewasaan.

a. KOMUNIKASI DENGAN MANAJEMEN SELAMA MASA AUDIT

Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini :

· Pemahaman atas bisnis klien.

· Rencana audit.

· Dampak perundangan atau standar professional atas audit.


1 komentar:

  1. kita juga punya nih jurnal Manajemen Audit, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6210/1/18%20JURNAL.pdf
    semoga bermanfaat yaa :)

    BalasHapus